Pages

Subscribe:

Labels

Selasa, 24 Januari 2012

Arti Sebuah Kata "Kebenaran"


Mengenal arti sebuah kata: “Kebenaran” Sering kali kita melihat banyak suatu perdebatan atau bantah-membantah. Dengan semakin canggihnya media komunikasi dan semakin aktualnya pemberitaan media, maka banyak perdebatan akan semakin tampak jelas dan dapat langsung dilihat. Karena begitu transparannya kejadian itu, maka tiap-tiap orang yang berdebat menyiapkan sebuah kebenaran untuk ditunjukkan supaya opini orang yang melihatnya setuju dengan kebenaran yang disampaikannya. Kebenaran…itulah sebenarnya sering menjadi obyek suatu perdebatan, yakni mencari sebuah kebenaran yang paling benar. Suatu perdebatan itu terjadi dan sering kali tidak selesai hakikatnya adalah pihak-pihak yang berdebat merasa kebenaran yang mereka sampaikan adalah kebenaran yang hakiki atau yang paling benar. Pertanyaan yang mendasar yang perlu disampaikan adalah: kebenaran yang dibawa itu kebenaran apa, dari mana, dan untuk tujuan apa? Karena semakin sedikitnya manusia yang tidak mengerti arti kata “kebenaran” maka terjadilah kekacauan di dunia ini
Arti sebuah kebenaran
Sebenarnya, arti secara verbal kebenaran menurut Aristoteles sudah cukup tepat. Aristoteles mendefinisikan kebenaran adalah soal kesesuaian antara apa yang diklaim sebagai diketahui dengan kenyataan yang sebenarnya. Benar dan salah adalah soal sesuai tidaknya apa yang dikatakan dengan kenyataan sebagaimana adanya. Kebenaran terletak pada kesesuaian antara subyek dan obyek yaitu apa yang diketahui subyek dan realitas sebagaimana adanya.
Namun definisi tersebut masih mengandung sesuatu yang tetap bisa mengundang perdebatan demi perdebatan, karena definisi kenyataan masih kabur jika pendifinisan kenyataan tersebut juga belum mutlak. Jadi definisi ini bisa berjalan jika obyeknya telah digariskan definisinya (dalam konteks ini adalah baik-buruk) untuk diterima secara mutlak oleh subyek. Artinya subyek dan obyeknya harus mempunyai sumber yang sama
Kebenaran Itu Asalnya Hanya Satu Sumber
Kebenaran hanya berasal dari Allah, Tuhan seru sekalian alam. Jika kebenaran bukan berasal dari sang Kholik yang merupakan sumber dari kebenaran, maka dapat dipastikan bahwa itu adalah kebenaran yang palsu dan menyesatkan.
Awal Mula Kebenaran diterima manusia
Kebenaran pertama kali dikenal manusia saat ruh manusia akan ditiupkan ke dalam jasad manusia ketika lahir. Pada saat itulah dimintai kesaksian ruh oleh Allah mengenai satu kebenaran yang merupakan inti dari kebenaran itu, yakni persaksian siapa Tuhan. Dan tujuan persaksian itu adalah agar kelak manusia tidak mengelak dari kebenaran dan tidak membuat suatu alasan apapun
وَإِذْ أَخَذَ رَبُّكَ مِنْ بَنِي آدَمَ مِنْ ظُهُورِهِمْ ذُرِّيَّتَهُمْ وَأَشْهَدَهُمْ عَلَى أَنْفُسِهِمْ أَلَسْتُ بِرَبِّكُمْ قَالُوا بَلَى شَهِدْنَا أَنْ تَقُولُوا يَوْمَ الْقِيَامَةِ إِنَّا كُنَّا عَنْ هَذَا غَافِلِينَ (١٧٢)أَوْ تَقُولُوا إِنَّمَا أَشْرَكَ آبَاؤُنَا مِنْ قَبْلُ وَكُنَّا ذُرِّيَّةً مِنْ بَعْدِهِمْ أَفَتُهْلِكُنَا بِمَا فَعَلَ الْمُبْطِلُونَ (١٧٣)وَكَذَلِكَ نُفَصِّلُ الآيَاتِ وَلَعَلَّهُمْ يَرْجِعُونَ (١٧٤)
(QS:7: 172-174)
172. Dan (ingatlah), ketika Tuhanmu mengeluarkan keturunan anak-anak Adam dari sulbi mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka (seraya berfirman): “Bukankah aku ini Tuhanmu?” mereka menjawab: “Betul (Engkau Tuban kami), Kami menjadi saksi”. (kami lakukan yang demikian itu) agar di hari kiamat kamu tidak mengatakan: “Sesungguhnya Kami (Bani Adam) adalah orang-orang yang lengah terhadap ini (keesaan Tuhan)”,
173. Atau agar kamu tidak mengatakan: “Sesungguhnya orang-orang tua Kami telah mempersekutukan Tuhan sejak dahulu, sedang Kami ini adalah anak-anak keturunan yang (datang) sesudah mereka. Maka Apakah Engkau akan membinasakan Kami karena perbuatan orang-orang yang sesat dahulu?”
174. Dan Demikianlah Kami menjelaskan ayat-ayat itu, agar mereka kembali (kepada kebenaran).
Kebenaran itu “sebenarnya” datang sendiri tetapi malah sering seseorang mencari kebenaran yang lain
Saat pertama kali kebenaran diterima, maka sesungguhnya ruh manusia itulah bersifat akan menerima setiap kebenaran yang berasal dari Allah. Ruh akan patuh dan tidak akan membantah setiap kebenaran. Kebenaran yang dipancarkan Allah (sering disebut Hidayah) sebenarnya tiada henti  terpancar. Tapi, kita tidak mampu menerimanya, malah mencari kebenaran lain yang sesuai dengan nafsunya (yang telah menguasai hatinya)
Proses Masuknya Kebenaran Dalam Diri Manusia
Jika prosesnya benar dan tidak ada halangan. Ruh adalah penerima kebenaran yang dipancarkan Allah (hidayah). Hidayah itu bisa berasal dari berbagai sumber, bisa dari sumber kebenaran yang sudah tertulis (Al-Qur’an) atau lewat perantaraan manusia (dakwah) atau melihat sebuah peristiwa yang mengilhaminya. Setelah ruh menerima kebenaran itu, maka ruh akan meneruskannya pada segumpal darah yang akan menggerakkan organ jasad manusia dalam bertindak, yakni hati yang bersih dan peka terhadap kebenaran(sering disebut dengan hati nurani). Sering kali terjadi kesalahan persepsi bahwa sebelum masuk ke hati, maka sinyal yang diterima manusia diasumsikan masuk ke dalam otak/pikiran manusia. Sesungguhnya apa yang dipikirkan otak sebenarnya dimulai dari hati dulu. Dari apa yang dikatakan hati, otak akan berpikir dan menggerakkan jasad manusia dalam bertindak ke arah yang baik atau yang buruk.
Kembali dalam pokok bahasan. Jika sifat dari ruh/jiwa manusia adalah selalu menerima kebenaran, maka lain hal-nya dengan hati. Hati adalah sasaran serangan dari segala hal buruk karena hati adalah penggerak langkah jasad manusia.  Hati adalah sasaran godaan syetan, tempat berkumpulnya nafsu, tempat menempel yang sangat nyaman bagi penyakit-penyakit yang kemudian kesemuanya itu akan menutupinya dan membuatnya buta. Istilah inilah yang dinamakan butanya sebuah hati, yakni tidak mampunyai hati untuk melihat sinyal kebenaran dan akhirnya menggerakkan jasad manusia ke arah yang buruk
Karena rentannya kotoran yang menempel di hati ini. Maka untuk bisa menerima kebenaran, manusia harus melakukan pembersihan hati terus menerus, seiring terus derasnya serangan terhadap hati manusia. Proses inilah (tazkiyatun nafsh) yang harus terus menerus dilakukan agar hati selalu bersih dan hati itu menjadi hati yang peka terhadap kebenaran (hati nurani)
“(Yaitu) di hari harta dan anak-anak laki-laki tidak berguna, kecuali orang-orang yang menghadap Allah dengan hati yang bersih.\ (QS.as-Syu’araa:88-89)

“Ketahuilah bahwa di dalam tubuh terdapat segumpal daging, yang apabila  baik, maka baik pula seluruh tubuh. dan apabila ia rusak, maka rusak pula seluruh tubuhnya. Ketahuilah, itu adalah hati.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim)


Menyampaikan VS Mengaburkan kebenaran
Sebenarnya, output yang dihasilkan ketika kebenaran itu masuk dalam manusia adalah sama jika kebenaran itu diterima dengan hati nurani. Pada proses selanjutnya kebenaran yang hakiki itu akan disampaikan kepada manusia lainnya. Namun, jika kebenaran itu yang menerima adalah hati yang telah tertutup kotoran, maka kebenaran yang disampaikan adalah kebenaran yang telah dikaburkan. Hal itu tentu saja untuk memenuhi nafsu dan kepentingan yang ingin terpenuhi.
Semoga kita mempunyai hati nurani yang peka dan menerima kebenaraan, melakukan kebenaran dan menyampaikannya tanpa tertempel kepentingan kita.

by : http://anung.sunan-ampel.ac.id

0 komentar:

Posting Komentar